Friday, December 31, 2010

Sedikit Jeda

Malam ini udara berhembus dengan begitu pelan. Menelusup masuk melalui celah jendela flat tempat tinggalku. Menyisiri setiap ruang dan Menggerayangi permukaan kulit setiap orang yang saat ini lelap dalam alam mimpinya. Begitu dingin. Begitu lengang. Tak ada suara kecuali mobil yang sesekali lewat di ujung jalan sana.

Malam tahun baru merayap pelan. Yah, tahun baru. Tanpa terasa saya sudah berada di penghujung tahun yang sebentar lagi akan berganti ini, dan itu berarti dua belas bulan yang kesekian kalinya telah kulalui babak kehidupanku di negeri ini. Banyak kenangan tersisa dalam dua belas purnama yang telah berlalu. Bebepa kali mengalami kegagalan. Beberapa kali mengalami keberhasilan. Dan kali ini, saya masih di sini. masih memeluk mimpi dan cita-cita yang sama.

Friday, December 24, 2010

Swessry A, 24-09-2010 M

Terima kasih telah  kau cipta. Beribu kenangan manis yang tersisa
Namun pada akhirnya. Semua kan kembali seperti semula
Seperti hari kemaren. Sunyummu hilang di balik jendela





















*Di ujung pagi yang sama, saat semua kembali sirna..

Madina Nasr, 30-09-2010 M

Penghujung september yang membeku
Masih seperti bulan yang dahulu. Diam terpaku dengan senyum pias dan membisu
Mengenang setiap langkah. Tentang mimpi(nya) yang mendarah

Masih seperti bulan yang telah lalu. Seperti manusia normal lainnya
Keraguan
Keyakinan
Harapan

dan cinta yang datang dan pergi
Mendera tiada henti

Ah, hanya bisa berharap semoga keceriaan September tak kan berakhir pada Oktober
Just wake me up when september ends [Green Day]

Friday, December 10, 2010

Dear Nadia; Berbach

Dearest, nadia..

Bagaimana keadaanmu Nana? Aku dengar kemarin kau sakit ya? Ah, pasti sakit gigimu kambuh lagi, makanya jangan suka makan coklat, Masih untung sakit gigi, coba kalau sakit hati, gak tahu dech harus bilang apa karena sulit banget cari obatnya Nan. Kan katanya lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati he..:D. yach, ala kulli hal sakit apa pun dirimu semoga cepat diberi kesembuhan ya..

Nana..

Sekarang aku sudah tidak seperti preman pasar kembang lagi, rambut gondrongku sudah kupotong pendek Nana. Bukankah kau bilang aku lebih cocok dengan rambut pendek?. Tahu gak Nana, teman-temanku pada pangling semua ketika melihat penampilan baruku. Berbagai reaksi pun berdatangan. Ada yang ketawa karena menurut mereka setelah potong rambut aku terlihat jadi culun, ada juga yang bilang aku terlihat lebih dewasa Nana, trus sebagian lagi ada yang menyayangkan karena rambutku yang sudah mencapai punggung akhirnya aku potong. Ini adalah pengalaman pertama bagiku memelihara rambut Nana. Di negeri orang lagi, selama di negeri sendiri aja aku belum pernah manjangin rambut. Entah apa reaksi Umiku kalau tahu selama ini aku berambut panjang Nana.

District 10, 21-09-2010

Senja yang telah lama lenyap. Gelap
Angin gurun pelan merayap. Senyap
Malam ini. Masih sama seperti malam sebelumnya
Kesendirian yang sama. Didera sunyi yang sama
Namun tampaknya dalam rasa yang tak lagi sama.

Masih tentangnya, yang kini kembali terungkap.
Kenyataan yang tersingkap.
Bahwa aku sudah ketinggalan jauh. Dan makin banyak kehilangan.
Sedang sejarah yang t´lah kita tulis di dinding-dinding rumah
Setiap tanah yang pernah kita jamah.
Setiap jejak yang pernah kita pijak.
masih membasah semua. Seperti tetesan hujan yang mendera
mengendap di kaca jendela. Lantas jatuh dalam kubangan yang sama

dan duka pun kian parah. Pasrah. Hingga berdarah-darah
Menyisakan aroma renjana yang kian tak terarah

Masih tentangnya, yang kini kembali terungkap

Dan nyatanya aku bukan orang yang kuat

*Di ujung malam, saat semua kembali kelam. Nasr City, 21-09-2010 M





















Dear Nadia..

Dear Nadia..

Nana, Ini aku. Tanpa terasa sudah lebih dari dua belas purnama kita telah terpisah jarak dan waktu. Waktu bergulir demikan cepat. dan ini merupakan suratku yang pertama untukmu setelah lama kita terpisah. Kini aku sudah berada di Negeri Kinanah Nana. Negeri yang begitu kuimpikan sejak dulu. Negeri para nabi begitu kata orang-orang, atau juga ada yang menyebut dengan tanah peradaban, atau apalah, masih banyak perbendaharaan julukan lain bagi negeri ini. Sehingga dari banyaknnya julukan, negeri ini pun biasa juga disebut dengan Negeri Seribu Julukan.

Kini aku sudah mulai merasakan suka duka hidup di negeri orang Nana. Ternyata hidup di negeri ini tidak semudah yang aku bayangkan. Berbagai macam cobaan harus aku hadapi. Semuanya butuh perjuangan. Beberapa kali aku telah mengalami kegagalan. Tentu saja kegagalan-kegagalan itu cukup menyakitkan hati. Tapi aku tidak mau berhenti begitu saja Nana. Aku ingin terus bergerak. Bergerak mengikuti irama alam. Dan aku harus sabar menghadapi semua itu guna mengejar mimpiku.

Thursday, December 9, 2010

Bawwab III, 18-09-2010 M

Yah, air mata yang mengharu
Dan rindu pun kian menggebu
di tengah doamu yang menembus langit biru

Buta dan kasat mata begitu tipis dalam perbedaan
Hanya saja, mungkin cinta yang t´lah menjadi buta
Sehingga hayal jadi begitu nyata
Akan dirinya yang kini jauh dari jangkauan mata

Lalu apa yang kunanti.
di ujung penantian yang kian tak pasti
Gelisah yang mendera? atau, kedatanganmu di ujung seja?
Ah, entahlah. Semua serba tak jelas. Gelap.





















Monday, December 6, 2010

SAPi Membedah Putri Hujan

Ibrims.com;- Tanggal 20 November beberapa waktu lalu aku dan teman-teman berkesempatan untuk mengunjungi Masjid Sultan Hasan yang berada di kawasan Sayyida Aisyah di dekat benteng Salahuddin Al-Ayyubi. Masjid Sultan Hasan adalah salah satu masjid peninggalan Dinasti Mamluk yang dibangun oleh Sultan Hassan bin Al-Nasir Muhammad bin Qalawun pada tahun 1356. Kami memilih masjid ini sebagai tempat berkumpul guna melaksanakan bedah karya.

Pada kesempatan ini, untuk pertama kalinya Cerpen isengku yang berjudul “Putri Hujan“ akhirnya dibedah oleh teman-temanku yang tergabung dalam komunitas SAPi (Sanggar Piramida). Terus terang saja sebelum-sebelumnya karyaku memang tidak pernah dibedah atau pun dikaji secara langsung oleh siapa pun. Karena selama ini aku menulis hanya ala kadarnya saja. Rasa kurang percaya diri masih sering kali menyelimuti perasaanku selama ini.

Mungkin aku memang termasuk sering menulis catatan kecil di fasilitas Note FB dan lumayan banyak komentar berdatangan dari teman-teman Fb. Namun itu tidak cukup memamuaskan bagiku, karena menurutku komentar-komentar di FB tidaklah cukup objektif. Umumnya mereka berkomentar baiknya saja dan belum tentu tulisan itu sebagus yang mereka perkirakan.

Sunday, December 5, 2010

Swesry, 17-09-2010 M

Saat dirimu resah. Saat itu diriku gelisah..

Dan pagi memang benar-benar sudah terlambat untuk kembali berembun (Putri Hujan)
Saat rimbun dedaunan tak lagi beraroma melati. Saat semua sirna dari mimpi yang tak pasti
Sementara kicau tak lagi berbunyi. Sunyi. Karena kemungkinan besar tak kan ada lagi burung yang bernyanyi
Membagi kisah di ujung pagi. Kisahnya akan dirimu yang kini sudah mulai pergi

Saat dirimu resah. Saat itu diriku gelisah..

Disini. Di lingkaran waktu yang kian menjepit. Untuk yang kesekian kalinya ingin kuungkap kisah
Kisah senja di ujung gelisah. Pendarnya mulai redup di bawah lanbaian daun korma
Gelap. Senja berganti petang. Ucapkan selamat tinggal pada setiap nafas yang mendesah
Kami yang telah bosan bercumbu dengan bayang-bayang. Akanmu yang begitu nyata.
Begitu sulit digapai asa. Adalah hal absurd yang begitu memilukan
Benarkah kami termasuk orang yang ikhlas?. Mengingat masih ada rasa yang belum jua tuntas

Saat dirimu resah. Saat itu diriku gelisah..

Disana. Di lingkaran waktu yang lain. Figur baru t´lah terlahir kembali dari rahim bunda.
Mengentaskan gelisah tak berujung yang ia rasakan. Yang kan Menemaninya dalam sepi
Dan kau pun akhirnya tak lagi sendiri. Membuat perih lain hati yang kemungkinan sedang menanti
Kisahmu. Kisahku. Memang telah lama usai. Namun tetap kan abadi
Walau dalam dimensi yang berbeda, kan berganti kisah yang lain di kemudian hari

PUTRI HUJAN

Malam belum begitu larut. Hujan baru saja reda, menyisakan butiran-butiran bening di ujung kaca jendela. Angin malam menyeruak masuk lewat celah jendela yang sengaja tidak kututup rapat, mengibarkan korden yang menjuntai menutupinya. Dingin pun menelusup, menggerayangi permukaan kulitku yang malam ini hanya berlapiskan baju tidur yang cukup tipis.

Malam terus beranjak. Kusapukan pandangan keluar lewat jendela yang sedikit mulai berembun. Hujan ternyata belum sepenuhnya reda, aku lihat masih menyisakan gerimis tipis di luar sana. Kebetulan suasana malam di luar tidak begitu gelap, karena ada bohlam besar di samping rumah, yang sengaja dipasang untuk menerangi daerah sekitar. Jadi aku bisa dengan leluasa menikmati ritmik gerimis tipis yang menyerupai jarum-jarum kristal berjatuhan dari langit di bawah bias cahaya bohlam.

Hujan yang mendera dan gerimis tipis yang membasahi bumi, adalah hal yang mengagumkan. Hujan membawa suasana melankolis nan romantis di benakku. Aku begitu menyukai suasana seperti ini. dalam suasana seperti ini, sudah menjadi rutinitasku, memejamkan mata, lalu kuhirup udara dalam-dalam hingga memenuhi rongga paru-paru, dan menghembuskannya dengan tenang, setenang langit cerah tak berawan. “Cobalah dan rasakan, kau akan menemukan keindahan di dalamnya kawan“.

Monday, November 29, 2010

29-11-88

29
Waktu memang tidak sedikit pun memberi kita jeda
Untuk sekedar berkeluh kesah, meredakan sisa lelah yang terasa
Ia senantiasa bergerak, menghantarkan kita pada ujung usia
Sebab, Demi Waktu
Tuhan telah bertitah.
Dan demi waktu
Cinta yang ada
Menjelma dari rahim bunda
Lantas mengenalkanmu pada dunia

11
Dan sekarang, tampaknya aku dan dirimu harus lebih banyak mengerti
akan arti irama ini. Tanpa harus terus bersembunyi di balik bayang-bayang
karena cinta yang dulu hadir, dan kini tenggelam dalam remang
adalah irama alam yang mendera
Seperti matahari yang terbit dari timur. Dan tenggelam di ufuk barat
Seperti itu kau dan aku tertempa.

dan akhirnya, cukuplah aku memahami
Bahwa kisah ini tidak pernah benar-benar berakhir
Atau tuntas dengan kalimat terbatas
Sebagaimana Alfu Laila, Walaila berkisah
Episode berikutnya menunggu kita di ujung sana

Friday, November 26, 2010

Yang Masih Tersisa Dari Idul Adha 2010

ilustrasi
Ibrims.com; - Hari Raya Idul Adha tahun ini boleh jadi adalah sebuah sejarah dalam hidupku, dimana saat itu karena satu dan lain hal akhirnya aku harus meninggalkan Shalat Idul Adha. Semuanya berawal dari seorang teman yang mengajakku untuk berburu musaádah pada Hari Raya Idul Adha Kali ini.

Musaádah atau bantuan merupakan kegiatan amal yang seringkali dilakukan para dermawan Mesir. Pada bulan dan hari-hari tertentu, seperti Bulan Puasa, Hari Raya Idul Fitri, dan Idul Adha, biasanya para dermawan mesir sedang gencar-gencarnya memberi bantuan kepada para wafidin, atau orang-orang asing non Arab yang berada di Mesir. Khususnya pada wafidin yang berasal dari Indonesia. Mereka sangat senang memberi bantuan kepada para mahasiswa dari indonesia karena menurut mereka orang-orang dari indonesia sangat baik dan ramah.

Thursday, November 18, 2010

I´m On The Winter of 2010

ibrims.com; Hari baru saja berganti malam. Masih jam 20.00, masih juga belum beranjak larut. Namun udara dingin sudah mulai menggerayangi permukaan kulitku yang malam ini tidak mengenakan jaket. Tampaknya musim benar-benar sudah akan berganti. Walaupun masih baru permulaan musim dingin, namun udara malam ini cukup membuat orang-orang Asia seperti saya menggigil kedinginan.

Malam ini kami berempat. saya dan ketiga temanku akan merembukkan suatu hal berkenaan tentang sebuah acara yang beberapa hari lagi akan kami selenggarakan. Kami duduk melingkar di meja kosong salah satu kedai Asir di daerah Gami´. Kami sengaja memilih Kedai asir sebagai tempat untuk berkumpul untuk mencari suasana baru. Pengunjung kedai malam ini tidak terlalu banyak, kursi-kursi banyak yang kosong. Hanya ada beberapa pengunjung, yang kayaknya berasal dari Rusia, sedang asik ngobrol dengan bahasa yang tidak saya pahami.

Monday, September 20, 2010

Romantika “Summer“ Dalam Dekap Bumi Kinanah

ibrims.com; (11/4) Kairo membara. Matahari bersinar terik. Aku baru saja turun dari bus 80 Coret di Mahattah Darrasah, Terminal bus dekat kampus Al-Azhar. Udara panas menampar wajahku dengan keras. Terik matahari terasa menusuk ke ubun-ubun. Debu beterbangan diterpa lalu lalang bus yang hilir-mudik.

Jam mungil di pergelanganku menunjukkan pukul 12:11. Aku masih punya cukup waktu untuk tidak terlambat ke kampus. Setelah turun tadi, aku langsung menuju kursi-kursi panjang tempat penumpang di tengah Mahattah, sejenak melepas lelah setelah kurang-lebih satu jam berdiri di dalam bus tadi.

Aku tak langsung ke kampus, aku masih ingin berlama-lama di terminal bus yang setiap hari kulewati. Sekedar ingin memperhatikan sekeliling, dan merasakan suasana hiruk pikuk dan pengap suasana salah satu terminal bus di Mesir pada musim panas.

Teminal cukup ramai, penuh dengan kerumunan orang-orang yang sedang menunggu angkutan. Bus-bus besar dengan penumpang yang selalu berjubel keluar masuk terminal ini tanpa henti. Bus 80 coret yang kutumpangi baru saja hilang dari pandangan mata. Dua menit setelah aku turun, penumpang dengan tujuan Nasr City segera berjubel memenuhi setiap jengkal ruang bus. Sesaat kemudian langsung berangkat menuju kawasan Hayyul Asyir.

Bergerak, atau Diam Tergilas

Ujian term kedua telah lama usai. Libur musim panas pun tiba. Kini kegiatan Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) kembali menggeliat. Serempak terlihat dari banyaknya kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh organisasi yang berada di bawah naungan PPMI. Seperti kekeluargaan, lintas almamter, lintas kajian, dan lainnya.

Hampir dua bulan Masisir berkutat dengan diktat. Mau tak mau, otak pun dibuat lelah karenanya. Bagaimana tidak, dua bulan konsentrasi mereka tercurah pada ujian penentu kenaikan tingkat ini. Untuk itu, tentunya diperlukan rehat untuk menyegarkan sel-sel otak yang lelah.

”Musuh terbesar manusia adalah zona nyaman”, begitu sebuah pepatah berbunyi. Masisir, dengan alasan me-refresh otak yang lelah, banyak terperangkap dalam “zona nyaman”. Mereka terlena dengan waktu kosong yang terbuang percuma. Terbuai oleh dekap hiruk pikuk keindahan kota Kairo. Tak jarang kita jumpai, mereka yang hanya berleha-leha di dalam kamar, sambil asik mantengin komputer dengan window facebook terpampang pada layar desktopnya. Sungguh ironis memang, tapi itulah kenyataan.

Tapi, disamping itu tak sedikit yang bergerak aktif dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat positif. Sebut saja, Kajian, rekreasi atau pun kegiatan lainnya. Pasca ujian term ke-dua banyak kegiatan yang diselenggarakan oleh organaisasi di lingkungan Masisir.

Thursday, July 22, 2010

Escape To Matrouh, Summer Tour 2010


Ujian term kedua telah lama berlalu. Liburan musim panas akhirnya datang juga. Seperti biasa untuk mengisi liburan musim panas para mahasiswa Indonesia di Mesir biasanya mengadakan Tour ke berbagai tempat di berbagai daerah Mesir. Baik itu tempat-tempat bersejarah atau tempat-tempat rekreasi. Pada awal musim panas lalu, Selebaran dari berbagai organisasi pun sudah berseliweran dari flat ke flat tempat tinggal para mahasiswa indonesia, guna mempromosikan acara tour yang mereka adakan. Kita tinggal menyiapkan kocek, dan memilih program tour mana yang akan kita ikuti.
 
Pada musim panas kali ini kebetulan aku ikut tour yang diadakan oleh organisasi Almamaterku sendiri. Tujuan tournya adalah kota wisata Matrouh. Matrouh adalah salah satu kota propinsi di mesir. Kota Matrouh terletak di bagian barat Mesir, kurang lebih 512 km dari kota cairo. Aku dan rombongan berangkat menuju kota Matrouh jam dua malam, waktu kairo, dan baru sampai di kawasan Matrouh pada jam sepuluh-an, Jadi untuk mencapai kota Matrouh kira-kira dibutuhkan 8-9 jam perjalanan.

Memasuki kota matrouh aku langsung disambut hamparan laut biru di tepian kota Matrouh. Sepanjang mata memandang laut terhampar luas. Membuat decak kagum siapa saja yang melihatnya. Pada bagian tepi pantai yang berkedalaman sedang air lautnya berwarna hijau, sedangkan pada laut yang cukup dalam air laut berwarna biru. Dan perbedaan kedua warna dari air laut ini begitu nyata seakan ada pemisah antara keduanya. 

Selama dua hari berada di kota Matrouh ada beberapa tempat yang sempat aku kunjungi bersama rombongan summer tour yang kuikuti. Diantaranya, El-Alamein, Dream Beach, Hamam Cleopatra, dan Pantai Agiba. 

El-Alamein

Sebelum memasuki kota Matrouh, ada sebuah tempat bernama El-Alamein. Sebuah tempat bersejarah peninggalan perang dunia ke dua. Aku dan rombongan tour juga menyempatkan ke tempat ini. Tapi sayang tidak begitu banyak informasi yang kudapat tentang tempat ini. Menurut desas desus yang saya dengar, El-alamein adalah sebuah bangunan pemakaman yang dibangun untuk mengenang para veteran mesir pada perang dunia ke dua.

Memasuki kawasan ini kita akan disambut hamparan padang pasir yang cukup luas. Tidak begitu banyak penduduk yang tinggal di kawasan ini.  Bahkan ketika rombongan kami memasuki kawasan ini, tidak ada seorang pun yang menjaganya. Hanya sekitar setengah jam kami berada di kawasan El-Alamein, tidak lama kemudian kami langsung melanjutkan perjalanan memasuki kota Matrouh.

Binar Biru Matrouh Dream Beach

Dream Beach terletak tidak jauh dari hotel tempat kami menginap. Sore hari setelah ceck in hotel aku dan teman-teman rombongan tour langsung menuju Dream Beach yang terletak tidak jauh dari tempat kami menginap, mungkin cukup berjalan sekitar 15 menit dari hotel.

Memasuki kawasan Dream Beach, kita langsung disuguhi pemandangan laut yang begitu indah dan mempesona. Hamparan laut luas dengan warna birunya membius pandanganku. Aku pun tidak sabar untuk segera menceburkan diri ke dalam jernihnya air laut di Dream Beach.

Cukup lama aku dan teman-teman berenang dan bermain pasir di tepi pantai Dream Beach. Mulai dari membuat berbagai bentuk bangunan dari pasir hingga menimbun diri dengan pasir pantai yang sungguh begitu bersih. Sampai akhirnya menikmati Sunset yang begitu indah tenggelam di perairan laut matrouh. Puas menikmati sunset akhirnya aku dan teman-temanku kembali ke hotel tempat kami menginap.

Hamam Cleopatra

Keesokan harinya setelah ceck out dari hotel, aku dan rombongan langsung melanjutkan perjalanan menuju Hamam Cleopatra.

Aku kurang begitu tahu bagaimana sejarah tempat ini. yang kutahu, “Hamam“ dalam bahasa indonesia berarti “Kamar Mandi“, sedangkan “Cleopatra“ adalah nama ratu mesir kuno yang sudah tidak asing lagi bagi kita, yang juga sempat membius Julius Caesar dan  Mark Antony dengan kecantikannya. Jadi Hamam Cleopatra berarti, “Kamar Mandi Cleopatra“.

Memasuki kawasan Hamam Cleopatra, lagi-lagi mataku terbius oleh pesona hamparan laut lepas yang begitu indah. Warna birunya begitu merona. Memabukkan siapa pun yang melihatnya.

Setelah memasuki kawasan Hamam Cleopatra, baru kutahu ternyata yang dimaksud dengan Hamam Cleopatra adalah sebuah batu karang yang berada di pinggiran pantai. Hamparan laut biru melatar belakanginya. Pada bagian tengah batu karang ini ada sebuah jalan membelah menuju sebuah gua kecil yang konon tempat mandinya putri cantik Cleopatra. Pada bagian dalam gua ada dua buah lubang tembus ke laut. Apa bila ombak datang air laut pun masuk ke dalam gua tersebut.

Tapi di pantai sekitar Hammam Cleopatra ini kita tidak diperbolehkan berenang, karena ombak di sekitarnya cukup keras dan perairannya juga dalam. Kami memang tidak begitu berlama-lama berada di daerah Hammam Cleopatra. Mungkin hanya sekitar 30 menit. Karena kami harus melanjutkan perjalanan ke pantai Agiba.

Terbuai Dalam Dekap Pantai Agiba

Tujuan akhir kami adalah pantai Agiba. Pantai Agiba berada dibawah sebuah tebing tinggi yang menjorok ke laut. Untuk mencapai bibir pantai kita harus menuruni anak tangga yang dibangun di bagian pinggir tebing.  Dari atas tebing pun kita sudah bisa menikmati panorama indah birunya laut Agiba.

Sesampai di pantai Agiba, untuk yang terakhir kalinya mataku dihadapkan pada keagungan tuhan akan maha karyanya. Pantai Agiba sungguh memang sangat menakjubkan.  Airnya bening. Dengan airnya yang bening, kita bisa melihat ikan berenang di dasar laut. Hamparan pasir putih di bibir pantai pun segera menarik perhatianku.

Pada awalnya aku sudah tidak berniat menceburkan diri ke dalam laut lagi, karena sudah merasa puas kemaren berbasah-basahan dengan birunya laut di kawasan Dream Beach. Tapi karena melihat indahnya pantai Agiba hatiku pun tergiur untuk segera menceburkan diri dan merasakan beningnya air laut Agiba.

Agiba dalam bahasa indonesia berarti ”mengagumkan“, sesuai dengan namanya pantai ini benar-benar pantai yang “Agiba“, mengagumkan. Hamparan pasir putih menghampar di sepanjang pantai. Air lautnnya begitu biru. Sepanjang mata memandang hanya warna biru yang kulihat. Warna birunya seakan menyatu dengan birunya langit diujung laut.

Matrouh Dalam Kenangan, 18-19 Juli 2010 M.

Saturday, June 19, 2010

Trapped In The Past Nasr City 20 Juni´10

Walau kini ia sedang duduk manis, menikmati kopi paginya.
Dan serta merta tertawa renyah, memamerkan gigi tidak ratanya.
Tapi tampak jelas gurat gundah di pelupuk matanya.

Karena semilir angin pagi ini memang tidak seperti biasanya.
Terlalu panas untuk kita resapi.
Terlalu ganas untuk kita selami.

Ada kalanya terperangkap dalam gundah memang cukup menyamankan.
(atau, hanya dinyaman-nyamankan?)
Yang jelas, ada gelisah yang kian tak terarah.
Ada resah yang kini berdarah-darah.

Ketika kau katakan. Perihal kepercayaan yang kini mungkin sedikit luntur.
Dan mungkin memang telah sepenuhnya luntur.
Hingga kau pun tak dapat memastikan. Tidak jua dirinya. Bahkan diriku.

Ah, Biar. Biarkan saja mereka tetap bercerita. Cerita tentang sepasang anak manusia yang dilanda resah. Resah yang kini telah menjadi kisah.

Hanya saja. All I´m asking you, is don´t write me off, just yet*
Itu saja. Karena angin akan selalu membawa legenda cerita kita. Yang akan selalu berakhir bahagia**



Tuesday, May 25, 2010

Tapi Waktu Tidak Pernah Berhenti

Tapi waktu tidak pernah berhenti
Terus melangkah tanpa rasa lelah
Tak berbekas, menembus batas

Tapi waktu tidak pernah berhenti
Terus berjalan tanpa peduli arah
Tak tersesat, walau malam kian pekat


Tapi waktu tidak pernah berhenti
Terus beranjak tanpa meninggalkan jejak
Menuntun anganku meretas impian

Tapi waktu tidak pernah berhenti
Terus bergulir tanpa sedikit pun ada jeda
Membawa rinduku padamu semakin dirundung kelam

-Swesry, 25 Mei 2010-

Kemelut Rindu (II)

Walau senja telah lama lenyap
Dan pagi sudah mulai merayap

Aku masih disini, merindukanmu dalam sepi








Bawwabah 3, 25 Mei 2010

Saturday, May 22, 2010

Trapped in..

Aku ingin kembali
Duduk berdua denganmu
Di bawah pohon itu

Aku ingin kembali
Kau rebah dalam dekapku
Menikmati sepotong senja
yang sedikit mulai memudar

Kemelut Rindu

Lelah yang meresah
Resah pun menggundah
berbaur dalam kemelut rinduku, malam ini

Thursday, May 6, 2010

Antara Cinta dan Cita-Cita

Semburat cahaya kemerahan masih tersisa di ujung barat kota Cairo. Hari baru saja beranjak malam. Qasr El Nile sudah mulai ramai, berbagai jenis mobil lalu lalang tiada henti melintasi jembatan yang melintang diatas permukaan sungai Nil ini. Udara berhembus pelan. Dingin meresap. Bulan ini sudah mulai memasuki musim dingin. Lampu-lampu di pinggiran Qarneish sudah mulai dihidupkan, cahanya membias ke dalam sungai nile, membentuk bayangan indah, menyerupai kota dibawah kedalaman air.

Kuberdiri di pinggiran Qasr El Nile, memandangi riak-riak air sungai yang berkemilauan diterpa cahaya lampu jalanan. Kutumpukan kedua siku pada pagar jembatan, kebetulan pagar jembatan ini hanya sedadaku. Sudah dari tadi aku hanya diam mematung di atas jembatan ini. Lalu lalang orang dibelakangku tak kuhiraukan. Pikiranku berkecamuk sendiri. kugenggam erat telepon genggamku. Berulang kali kubuka message di inbox telepon genggam itu. Sebuah pesan kuterima tadi sore dari kampung halaman. Entah sudah yang keberapa kali aku membacanya, namun isinya tetaplah begitu tidak pernah berubah. Ada rasa perih menyengat setiap kali kubaca pesan singkat itu.

Thursday, April 22, 2010

Episode Sore Yang Merekah..

Sore ini matahari masih bersinar cerah. Pancaran cahanya membias lewat celah rimbun dedaunan pohon mangga di belakang Flat tempat tinggalku. Dua ekor burung saling berkejaran. Entah jenis burung apa, tapi tampaknya berjenis kelamin jantan dan betina. Keduanya saling menukik dan meloncat dari dahan satu ke dahan yang lain.

Udara berhembus sepoi nan lembut, Menerpa rimbun dedaunan. Dedaunan pun berderai, membentuk irama indah khas musik alam. Kedua burung tadi masih berkejaran mesra di pucuk pohon mangga. Hingga akhirnya si betina menyerahkan diri pada rengkuhan jantan, dan mereka pun bergumul untuk melepas hasrat biologis yang mungkin telah lama tidak terpuaskan.

Sunday, April 18, 2010

A Piece of Memories Paper From My Dude

Pare, 16 April 2008 M.

I belief that friend is not like a shadow
Who will be there when the day is sunny
And will go when the day is cloudy
But

“A friend in need is a friend indeed”
The distance can be so far
The time can pass
But the true friendship is always in our heart
Whenever and wherever

Keeping friendship is not as easy as making it
So, I do hope that we will always gather in one heart
And keep the trust

One thing for sure
Save me in your heart
And never delete it

I always keep my finger crossed for it

Your best friend

-MIDU-

Sunyi bernyanyi;

Sunyi bernyanyi;
Mendendangkan senandung pilu

Senyap menyelinap;
Mengisahkan senja yang telah lama lenyap

di sepertiga malam- Mu kuterjaga
meretas mimpi yang sama,
angan yang masih juga sama,
dalam suasana yang tak lagi sama

Kuberpasrah..

Kuterpekur..
mengais tobat dari curahan rahmat-Mu
air mata berderai
sebait doa melambai
meratapi gundah yang kian parah

dalam sepertiga malam- Mu kuberpasrah

Sore yang merekah..

Sore yang merekah
Bias mentari mengintip dari balik rimbun daun mangga

Kembali kuteringat engkau bunda..

Pagi yang masih sama

Pagi yang masih sama;
di ujung musim dingin yang tak kunjung mereda
Menggali imaji yang sedikit mulai sirna

Desir angin sedikit meronta
Derai pepohonan kembali menguak telinga
Buliran pasir mengendap di kaca jendela

Pada mereka..
Berjuta kisah ingin kutuliskan
Tentang aku, kau, dan dia

Saturday, April 17, 2010

Maaf, kasihku Tak Sepanjang Kasihmu..

Ribuan kilo..
jalan yang kau tempuh
Lewati rintangan untuk aku anakmu
Ibuku sayang..
masih terus berjalan
walau tapak kaki penuh darah, penuh nanah
seperti udara
kasih yang kau berikan
tak mampu kumembalas
ibu…

..............

Suara serak Iwan Fals terus terdengar dari sound komputer teman sekamarku. Sedang aku sendiri asik berkutat dengan netbook butut pemberian seorang sahabat. Malam sudah sedemikian larut. Jam di pojok kanan layar netbook-ku sudah menunjukkan Jam 12 : 46, waktu Cairo. Udara di luar begitu dingin. Suasana malam pun begitu sunyi. Tampaknya penduduk kawasan tempat tinggalku sudah terlelap dalam alam mimpi masing-masing. Tapi hingga kini mataku belum terasa ngantuk.

Menikmati Tentramnya Sunyi di Masjid Amr bin Ash

Untuk yang kesekian kalinya, Senin 15 maret 2010, saya kembali menginjakkan kaki di tempat ``penyepianku´´, Masjid Amr bin Ash atau Gami Amru begitu orang-orang Mesir biasa menyebutnya. Entah sudah yang keberapa kalinya saya menyempatkan diri bertandang ke masjid pertama di Mesir ini. Yang jelas, setiap ada keresahan hati, perasaan gundah, atau pun suntuk, saya selalu menyempatkan diri ber-uzlah ke tempat ini. (Yah, sekedar merenungi arti hidup dan kehidupan, begitu lah). Namun semenjak selesai ujian term pertama satu bulan yang lalu, saya sudah lama tidak berkunjung lagi ke tempat ini, hingga akhirnya baru kali ini bisa berkunjung kembali.

Jam 10:15 WK (Waktu Kairo), saya sampai di Masjid Amr bin Ash. Matahari bersinar hangat. Suasana disekitar masjid tampak tenang. Hanya ada beberapa orang tampak keluar masuk lewat pintu utama. Dua orang mabahist berpakaian serba hitam siap siaga berjaga-jaga di pinggir jalan dekat pintu gerbang Masjid. Mungkin karena masjid ini merupakan kawasan wisata sehingga disediakan mabahist guna menjaga keamanan sekitar.

2 hal hari ini...

Malam ini kota Cairo basah. Tergenang oleh guyuran hujan yang sudah hampir setahun tidak lagi menjamahnya. Udara begitu dingin. Rintik hujan masih belum berhenti sejak sore tadi. Suasana begitu lengang. Beberapa kali terlihat sambaran cahaya kilat diujung jendela kamarku, diiringi gemuruh petir yang cukup memekakkan telinga. Jendela kamarku pun bergetar, seakan meluluhkan engsel-engsel yang menjadi penahannya. Sesaat kemudian kembali senyap, hanya gemericik air terdengar menyirami bumi, diiringi desau angin yang berhembus semakin dingin.

Para penduduk mesir pun tampaknya lebih memilih berdiam diri di dalam rumah, menutup rapat-rapat daun pintu dan jendela flatnya masing-masing. Mungkin sedang asik bercengkrama dengan keluarga masing-masing di depan televesi, sambil menikmati siaran ramalan cuaca yang tidak menentu akhir-akhir ini.

Monday, April 12, 2010

"Ketika Arti Seorang Sahabat Dipertanyakan" (II)

Sambungan dari, "Ketika Arti Seorang Sahabat Dipertanyakan" (I)
-----------------------------------------------------------------------------------

Sangat minim sekali informasi tentang cewek yang satu ini, beberapa kali kami sempat chat di FB. Nunky Vega, itu yang kutahu namanya. Cewek kelahiran 22 Januari ini pun tak ketinggalan ikut menyumbang sebuah komentar tentang arti sebuah sahabat, “dia ada ktk qt sdh n sng i2lah shbt”. Thanks Nunky…^_^

Ah, ini adalah sahabat lama yang kukenal waktu di Pesantren, Fatmawati Mukrim. teman satu angkatan juga. mungkin teman-teman putri satu angkatan yang kukenal pertama kali adalah dia, kami pun sempat akrab dulu walau hanya lewat udara, dan setelah kami lulus kami sempat lose contack dan lagi-lagi di dunia FB ini kami bertemu kembali. dia juga ikut menyumbang komentar, “Sahabat adalh ssok seorang yg tdk akn prnh pudar dr ingtan kt.....tanp adx mereka hdp in tdk akn prnh ad artix,semua yg ad d dunia in hx anugrah ilahi,tgl bagaiman kt menyanyangi mrk,lyakx kt menyayangi yg kuasa.......jd, shbt bkn hx sesaat tp untk selamax dan tak akn prnh untk d lupakan...“ semoga aku termasuk yang tidak pudar dalam ingatan kamu ya... ha...hay.... ngarep lagi...!

"Ketika Arti Seorang Sahabat Dipertanyakan" (I)

Rabu, 31 Maret 2010 M. Jam 10 : 00 Waktu Cairo. Matahari tampaknya sudah mulai meninggi. Biasnya memancar ke dalam kamar, lewat celah tabir aluminium yang menjadi tirai jendelaku. Udara berhembus pelan, menyisakan sedikit rasa sejuk sisa musim dingin. Yah, akhir-akhir ini cuaca di Cairo memang selalu tidak menentu. Seharian bisa dingin dan besoknya bisa berubah panas. Hufht... Mungkin karena musim pancaroba.

Suntuk sedikit menjalari pikiranku, karena aku sendirian di dalam kamar. Teman-temanku tampaknya sedang bergelut dengan kesibukan masing-masing. Kugulung aluminium yang menjadi tirai jendela kamarku. Seberkas cahaya menyeruak, menerangi segenap penjuru kamar. Kusapukan pandanganku pada sekeliling flat tempat tinggalku. kebetulan flat tempat tinggalku berada di lantai dasar atau “Ardiyah“, begitu orang-orang mesir biasa menyebutnya, dan Jendela kamarku pun langsung menghadap jalan, jadi aku dapat dengan leluasa mengawasi kawasan sekitar.