Tapi suatu saat di
mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.
[Soe Hok Gie]
“Oke harga BBM naik,
dengan alasan harga minyak mentah dunia meroket. Kita putus subsidi pemerintah
untuk BBM, toh yang merasakan subsidinya orang2 berkendaraan, yang bisa (bahkan
banyak sekali) dibilang mampu. Tapi apa pemerintah sanggup mengalihkan subsidi
itu ke bahan pangan yang lebih terjangkau?.“
Tulisan bercetak tebal di atas adalah status salah seorang temanku di Wall Facebook-nya beberapa waktu lalu. Status di atas hanya sebagian kecil saja
dari reaksi masyarakat terhadap rencana pemerintah Indonesia yang akan
menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam beberapa waktu ke depan.
Dari media online beberapa surat kabar tanah air, aku sempat membaca beberapa berita tentang rencana kenaikan harga BBM ini, yang beberapa minggu sebelumnya sudah menjadi topik hangat dan Healine News di semua media cetak maupun elektronik yang ada di Indonesia. Hal ini pun menyulut munculnya Pro dan Kontra dari masyarakat terhadap kebijakan pemerintah yang tampak serampangan tanpa memikirkan nasib rakyat.
Tak ayal lagi kebijakan ini
mendapatkan protes keras dari berbagai pihak. Beberapa hari terakhir
kondisi Tanah Air pun bergejolak seiring
merebaknya berbagai demonstrasi yang digalang mahasiswa dan masyarakat di
sejumlah kota besar di Indonesia. Tak sedikit yang sampai menimbulkan korban
luka akibat bentrok yang terjadi dengan aparat keamanan.
Dan tak ketinggalan pula suasana perpolitikan
para dewan pun ikut memanas, mungkin sepanas udara Cairo yang saat ini sudah
mulai menyambut datangnya musim panas. Para wakil rakyat dari berbagai partai
yang sedang duduk di gedung DPR, baik yang pro maupun yang kontra, beradu
argument dengan satu alasan yang sama, yaitu, “memperjuangkan kemaslahatan
rakyat.“ Ah, Indonesiaku, mau dibawa kemana rakyatmu ini?
Lain Indonesia, lain pula Mesir. Beberapa hari
ini, seiring maraknya demonstrasi menolak kenaikan harga BBM di Indonesia, Mesir
pun saat ini mengalami keadaan yang cukup memprihatinkan terkait dengan masalah
BBM. Namun bukan masalah kenaikan harga yang sedang menjadi masalah, tapi
kelangkaan BBM itu sendiri yang kini menjadi topik hangat di beberapa harian Mesir.
Serupa tapi tidak sama begitulah mungkin yang cocok untuk menggambarkan keadaan
ini.
Yah, di tengah keadaan carut marut perpolitikan
yang belum stabil, Mesir tiba-tiba saja mengalami kelangkaan BBM. Di beberapa
titik pengisian bensin aku sempat melihat antrian panjang sampai beberapa puluh
meter, hingga sempat membikin jalananan macet
di beberapa ruas jalan protokol Cairo.
Sudah hampir seminggu para sopir bus dan beberapa angkutan umum lainnya mengadakan aksi mogok masal. Alhasil, hal ini pun berimbas pada nasib penumpang yang terlantarkan karena minimnya jasa angkutan. Hingga akhirnya berimbas pula pada kenaikan tarif angkutan umum yang masih beroperasi di kawasan Cairo. Beberapa jurusan mobil el-tramco misalnya, sudah mulai menaikkan tarif angkutannya, dari yang 1,5 le naik jadi 2 le, Dari yang 75 Piester kini sudah melambung menjadi 1 le. Dan hal ini tidak menutup kemungkinan akan berimbas pada harga bahan pokok lainnya.
Aku memang tidak tahu pasti
tentang penyebab kelangkaan bahan bakar yang terjadi di Mesir ini, namun dari
kejadian ini, aku sedikit bisa memahami bahwa yang terjadi di Indonesia maupun
di Mesir, semuanya karena satu penyebab kronis yang sama, yang sudah mengakar
kuat di kalangan pemerintahan, yaitu permainan busuk para ELIT POLITIK yang
tidak mau mengerti dan hanya mementingkan kekenyangan perutnya sendiri.
Maka dari itu sejak dulu aku
memang sedikit alergi dengan hal-hal yang berpau politik. Entah karena aku yang
terlalu paranoid, atau karena aku yang terlalu skeptis, tapi yang jelas aku
sepakat dengan apa yang dikatakan olek Soe Hok Gie, “Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur
yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi,
maka terjunlah“.
Cairo, 29 Maret 2012 M.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungan dan komentar anda..^_^