Pada hari Rabu, 02 November
kemarin, kembali saya jalan-jalan sekaligus bedah karya bersama sahabat-sahabat
Sanggar Piramida (SAPi). Kali ini bedah karya diadakan di Hadiqah Hurriyah Waládalah yang berada di kawasan Tahrir, masih di
sekitar pinggiran sungai Nile.
Hadiqah Hurriyah Waládalah berada tepat disamping OPERA HOUSE,
tidak jauh dari jembatan Qasr El-Nile,
sebuah jembatan tempat biasa mangkal para muda mudi mesir yang lagi kasmaran
bersama pasangannya. Tepat setelah shalat Dhuhur, saya beserta teman-teman
berangkat dari Hayyul Asyir, kawasan tempat tinggalku.
Sekitar jam 12:30, Riya, Een,
Vivi, Imron, Fikri, Faizin, Mansur, Maimun, Ari, dan saya sendiri berangkat
menuju kawasan Tahrir setelah sebelumnya berkumpul terlebih dahulu di Flat
tempat tinggalku. Untuk menuju Kawasan Tahrir, dari Hayyul Asyir paling tidak kita masih harus berganti 2 hingga 3 kali
alat transportasi. Karena hari sudah cukup siang akhirnya saya dan teman-teman memilih
untuk naik Tramco terlebih dahulu
menuju terminal Hayyu Sabi´, dan dari
terminal ini, kembali kami naik Tramco menuju Mahattah Metro Damardas, seterusnya kami harus melanjutkan perjalanan
dengan naik Metro, atau kereta bawah
tanah Mesir, menuju kawasan Opera House.
Jam 01 : 30 kami sampai di Hadiqah Hurriya Waládalah. Kami langsung
memasuki areal taman setelah terlebih dahulu membayar karcis 2 le. Memasuki
kawasan taman, ternyata di sana sudah banyak para pengunjung yang bersantai di
bangku-bangku taman dan di bawah rindangnya pepohonanan. Umumnya mereka
berpasangan dengan pasangan masing-masing. Kebahagiaan jelas terlihat dari
sumringah tawa mereka, seakan dunia memang bener-benar milik mereka berdua. Ah, benar-benar pemandangan yang
bikin air liur memburai bagi jomblo-jomblo (kayak saya ha..:D)
Saya tidak sempat mengelingi seuruh lareal
taman, karena saya dan teman-teman langsung mengadakan bedah karya dan larut
dalam suasana diskusi yang cukup panjang di salah satu areal rumput di tengah taman. Selama kurang lebih 3 jam
kami asik dan tenggelam dalam diskusi ringan dengan diselingi canda tawa
bersama teman-teman sanggar. Santai tapi serius. Sangat terasa betapa indahnya
kebersamaan. Banyak pelajaran-pelajaran baru yang dapat saya petik dari sahabat
sekaligus teman seperjuangan sanggar.
Kami larut dalam suasana diskusi
hingga menjelang petang.
Kebersamaan Dalam Rujakan
Jauh hari sebelum kami berangkat,
di group FB SAPi, teman-temanku sudah merencanakan tiga agenda untuk bedah karya
kali ini. Bedah Cerpen, Rujakan, dan
Nonton Konser.
Setelah kurang lebih 3 jam kami
larut dalam suasana diskusi yang cukup memeras otak. Menjelang petang, setelah
diskusi berakhir kami ngadain rujakan
bersama, masih di areal taman yang sama. Cobik,
Cek-Kocek, Petis, Garam, Vetsin, Cuka, Cabe, dan peralatan rujak lainnya
sudah kami persiapkan sebelumnya.
Rujak mangga muda, dengan petis madura. Dengan
racikan cabe rawit yang sangat pedas. Benar-benar terasa berada di kampung
halaman, Madura. Walau hanya beralaskan plastik dan rumput taman tapi
tetap nikmat dengan rasa kebersamaan itu. Walau tidak sepenuhnya, tapi cukuplah
rujakan kali ini mengobati kerinduanku pada kampung halaman.
Larut Dalam Suasana
Magis Musik Sufi
Menjelang waktu Isyak kami keluar dari areal
taman tempat diskusi. Karena ada beberapa teman yang dalam keadaaan
kurang fit dan sedikit pusing, di sini akhirnya kami terpecah menjadi dua
kelompok. Lima orang dari anggota sanggar harus kembali ke Nasr City untuk
langsung pulang ke rumah masing-masing, dan Lima orang lainnya meneruskan
perjalanan menuju tempat konser, dan di antara mereka adalah saya.
Konser yang akan kami kunjungi
berada di kawasan Saad Zagloul. Dari kawasan Opera Hose kami masih harus naik
kereta bawah tanah lagi dan turun di Mahattah
Saad Zagloul.
Sekitar jam 19:00 saya dan
keempat teman lainnya sampai di bilangan Saad Zagloul, tempat konser akan
diselenggarakan. Ternyata kami sampai lebih awal dari jadwal konser yang telah
ditetapkan, sementara konser baru akan dimulai pada jam 21:00. Sambil menunggu dimulainya
acara akhirnya kami menyempatkan diri untuk minum teh di sebuah kedai pinggir
jalan tidak jauh dari tempat konser. Hingga akhirnya kami kembali lagi pada jam
20:30.
Sekembali kami dari kedai teh di
pinggir jalan tadi, ternyata di sana sudah ada beberapa pengunjung yang tengah
duduk di kursi-kursi kosong yang telah disediakan oleh panitia. Umumnya
ternyata mereka adalah para turis asing. Dari paras mereka saya sudah dapat
memastikan kalau mereka adalah para pelancong
dari negara-negara Eropa sana.
Sementara tempat konser sendiri
adalah sebuah ruangan yang sangat sederhana, dan menurut saya tidak cukup layak
untuk disebut debagai tempat konser. Mungkin tidak lebih dari 5x8 ukuran
ruangan itu. Sangat jauh dari kesan mewah. Para pemain menari dan bernyanyi di
depan para penonton tanpa menggunakan panggung, hanya menggunakan karpen
sejajar dengan para penonton. Bahkan, jarak penonton dan para pemain saya
perkirakan tidak lebih dari 5 Meter. Benar-benar mencerminkan kepribadian kaum
sufi yang identik dengan kesederhanaan.
Tepat jam 21:00 WK, (Waktu Kairo)
konser music sufistik pun dimulai. Diawali dengan puji-pujian kepada Nabi, lalu
diiringi gemeretak suara yang ditimbulkan oleh berbagai macam alat musik
sederhana yang dipegang oleh para pemain. Dilihat dari parasnya, ternyata para
pemain musik itu umurnya tampak sudah diatas lima puluhan. Menurut salah satu seniorku, memang group music
ini diambang punah, karena tidak adanya regenerasi dan minat dari para kaum
muda penduduk pribumi sendiri.
Selama dua jam kami menikmati alunan magis
music sufi yang dinyanyikan dengan nada dan suara naik turun oleh para penyanyi
dan penabuh bergabagai macam alat music yang mengiringinya. Dengan tempo yang
kadang cepat dan kadang pelan kami tenggelam dalam alunan music religious
sufistic hingga hamper tengah malam.
Kinanah, 05 November 2011 M.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungan dan komentar anda..^_^